Akhir akhir ini aku tak pernah melewatkan menonton drama korea The Heirs di salah satu televisi swasta. Cerita kehidupan di Korea tak jauh dari kaya dan miskin. Entah laki laki yang kaya atau perempuannya yang miskin atau sebaliknya.
Akhir cerita di film bisa dibilang selalu bahagia, walaupun ada beban dan masalah pasti ada seseorang yang selalu mendampingi untuk menghibur.
Setiap menonton film korea The Heirs, khayalanku satu persatu muncul. Ingin memiliki seorang pria yang tampan, kaya dan sukses. Apalagi di film ini Kim Tan berperan sebagai pria dewasa yang sangat menyayangi Cha Eun Sang dan selalu marah jika ada pria lain menyentuhnya. Banyak masalah yang dihadapi oleh mereka akibat hubungan yang berbeda level.Masalah seakan menjadi kekuatan bagi mereka berdua untuk menghadapinya.
Aku sering sekali berkhayal menginginkan pria seperti Kim Tan. Bukan karena tampan dan kaya, tapi karena sifatnya yg sangat diinginkan semua wanita. Sifatnya yang pemarah jika Cha Eun Sang menutupi masalah, cemburu jika pria lain menyentuhnya, melindungi dan menghibur jika kekasihnya ada masalah, kepekaannya terhadap perubahan kekasihnya, dan sangat sangat tidak mau dan tidak bisa jauh dari kekasihnya.
Khayalan itu selalu ada setiap aku menonton film tersebut, apalagi saat ini aku sedang membutuhkan seseorang yang bisa menghiburku setelah kejadian 3 minggu yang lalu. Setiap saat aku berdoa kepada Tuhan untuk mengirimkan Malaikat yang benar benar peduli dan sangat tidak mau kehilangan aku.
WELCOME
Sabtu, 10 Januari 2015
Selasa, 06 Januari 2015
Hari Terakhir Bersama Mama
Selasa, tanggal 16 Desember 2014
adalah hari bersejarah bagi aku dan keluargaku. Hari yang benar benar tidak
bisa dilupakan, hari terakhir mama melihat indahnya dunia dan hari terakhir
juga mama menghembuskan nafasnya.
Sudah 10 hari mama dirawat di
rumah sakit karena penyakit lambung yang sudah akut. Untungnya saat itu aku sedang
UTS sehingga banyak waktu kosong yang diberikan oleh kampusku untuk belajar. Di
rumah sakit hanya aku yang menjaga mama karena kakak harus bekerja dan adikku
masih harus sekolah, aku pikir aku bisa menjaga mama sendiri tanpa harus papa
pulang ke Bogor. Papa memang tidak bekerja di Bogor, papa ditempatkan dinas
diluar kota yaitu di Singkawang. Hampir tiap 3 bulan sekali papa pulang ke
Bogor.
Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa
aku bisa menjaga dan merawat mama tanpa harus merepotkan papa. Tetapi keyakinanku
perlahan berubah, hatiku mengatakan aku tidak sanggup untuk menghadapi
semuanya. Dokter yang menangani mama mengatakan bahwa mama sudah terkena
infeksi saluran kantung kemih dan jika tidak dibawa secepatnya ke salah satu
rumah sakit pusat dijakarta mama bisa cuci darah tiap bulan sekali. Ucapan dokter
membuat aku terdiam dan tidak tahu lagi harus berkata apa. Untungnya tepat hari itu papa pulang sehingga
aku tidak harus merasa sendiri lagi.
Rabu malam kondisi mama semakin
lemas dan mengharuskan mama dibawa ke ruang ICU. Aku pikir ketika mama dirawat
di ruang ICU mama akan lebih mudah sembuh dan kita juga bisa lebih cepat membawa
mama ke rumah sakit di Jakarta. Ternyata pemikiranku meleset jauh, detak
jantung, tensi, dan pernapasan mama terlalu tinggi. Mesin pengukur pun terus
berbunyi seakan memberikan pertanda bahaya untuk mama. Pikiranku mulai kacau,
tak henti hentinya aku berdoa memohon kepada yang Kuasa untuk memberikan
keajaiban pada seorang wanita yang sudah banyak berjasa untuk keluarganya.
Tuhan seakan mendengar doa ku dan
mengabulkannya. Keesokan pagi, detak jantung, tensi dan pernapasan mama mulai
normal dan mama bisa berbicara normal layaknya orang sehat. Aku bahagia, tak
henti hentinya aku bersyukur atas perubahan mama. Pikiranku tenang kembali,
perubahan mama menjadi obat sedihku.
Kebahagiaanku berubah kembali,
kebahagiaan yang hanya sesaat diberikan Tuhan kepada keluargaku. Detak jantung,
tensi dan pernapasan mama tinggi kembali melebihi batas. Aku terus berdoa, aku
buang jauh jauh pikiran burukku tentang apa yang akan terjadi pada mama. Tangisanku
mungkin tidak akan membantu mama sembuh tapi aku tidak bisa menyembunyikan
perasaan sedihku. Tak henti- hentinya aku berbisik di telinga mama bahwa mama
kuat dan mama harus sembuh. Hanya doa yang bisa aku ucapkan untu kesembuhan
mama.
Keesokan paginya, pukul setengah
6 papa menelpon kakak mama menyuruh kami agar ke rumah sakit dengan segera
karena keadaan mama sudah sangat kritis. Setibanya di rumah sakit, dokter
mengatakan bahwa detak jantung dan pernapasan mama sudah berhenti dan sedang
diusahakan kembali menggunakan alat. Tak lama kemudian, angka angka itu kembali
bermunculan walaupun hilang timbul. Pikiranku masih belum tenang hingga
semuanya normal kembali. Semua keluarga mama dan papa berkumpul dan ikut
mendoakan mama agar diberikan keajaiban kembali. Namun, Tuhan berkehendak lain
dan memanggil mama agar kembali lagi padaNya. Aku tidak sanggup mendengarnya
dan hanya bisa terduduk mendengar semua perkataan dokter. Aku belum percaya
atas semua yang terjadi, aku juga belum percaya mama akan meninggalkan dunia
untuk selamanya.
Ternyata dadah yang mama berikan pada aku dan keluargaku saat
kami melihat mama dari jendela adalah ucapan selamat tinggal untuk selamanya. Terima
kasih mama sudah menjadi semangat hidup aku dari aku lahir hingga sekarang,
tetaplah menjadi penyemangat hidupku untuk selamanya. Sangat sulit untuk
melupakan mama karena apapun yang aku lakukan dan apapun yang aku lihat semuanya
selalu berhubungan dengan mama. Tak kenal waktu dan tempat, air mataku bisa
saja menetes saat aku merindukan mama. I love you, ma.
Langganan:
Postingan (Atom)